Select Menu

Slider

clean-5

Total Pageviews

Hukum dan Kriminal

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

Videos


Di malam yang dingin
Dengan berselimut kesendirian
Kuterbangun menatap langit langit kamarku
Terlintas di benak sosok engkau
Yang selalu menemaniku menjemput pagi
Yang selalu menemaniku menikmati panasnya sinar matahari
Yang selalu menemaniku menyaksikan bulan dan bintang
Dan kembali mengantarku ke dalam tidur yang panjang
Semua itu kini tak dapat lagi kurasakan
Karena saat ini ku jauh darimu
Mekipun sebenarnya ku tak bisa
Namun ku yakin semua itu akan berakhir
Ibu………..
Aku rindu dengan senyummu
Aku rindu dengan kasih sayangmu
Aku rindu dengan belai lembutmu
Aku rindu akan pelukanmuKu ingin kau tahu itu
Ibu……….
Kau selalu ada
Di setiap hembusan nafasku
Di setiap apa yang ku gapai
Karena kau begitu berarti dalam hidupku...
Selamat Berbahagia bersama para malaikat Di surga.

Salam Rinduku Untuk Mu Ibu...

____By.takimaiboo piche____


Malam...
diwaktu mu damai terasa
dihening mu yang Bisu
disepi mu membayang rindu rindu dalam cinta yang tiada akhir nya

malam
ijinkanlah aku menghabiskan waktu ku
bersama sajadah biru
dan untaian hening ku
menyembah NYA
bersyujud kehadirat NYA
hingga yang ada air mata
dan dzikir tahmid tiada terhitung diakhirnya

Malam
mungkin aku rebah disajadah ini
mungkin aku lena dalam dzikir ku
mungkin pula aku kan menghadap nya

andaikan waktu ku habis
diantara putaran Jarum Jam
andaikan waktu ku habis
dalam keampunan NYA
senyumlah aku dalam pelukan NYA

By.Pegedy
-
[JAYAPURA]  Hari Ulang Tahun Oraganisasi Papua Merdeka (OPM) 1 Desember,  sekolah di Paniai  diliburkan.  Ini dikatakan Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Paniai Timur, Theresia Gobai. Tidak   hanya sekolah yang dipimpinnya namun semua sekolah yang berada didaerah ini diliburkan.

Kata dia, Sekolah yang diliburkan diantaranya, SMA Negeri 1 Nunudagi, SMA serta SMP  juga  sekolah dasar SD diliburkan.

“Untuk mengantisipasi situasi yang sering terjadi menjelang tanggal 1 Desember, dan di hari  Senin kami mengadakan ulangan, supaya jangan anak anak sekolah itu korban. Kemudian karena  besok ini tanggal 1, sudah selesai ulangan dari sekolah kami umumkan belajar sendiri dirumah,  nanti hari senin masuk sekolah lagi dengan kami adakan kelas meeting,”ujarnya kepada wartawan
, Sabtu (1/12)  pagi.


Sementara itu,  hari ini juga   diluncurkan  website West Papua Papua Liberation Army  (WPLA) sebuat website yang berisi tentang Perjalanan panjang Tentara Pembebasan Nasional  Papua Barat yang terbentuk dua tahun setelah proklamasi 1 Juli 1971 di markas Viktoria  yaitu tepatnya pada tanggal 26 maret 1973, lahirlah sebuah embrio yang muncul dengan  semangat nasionalis patriotis akan sebuah perjuangan pembebasan akan Tanah dan Bangsa  Papua Barat tercinta. Juga terdapat foto-foto  TPN-OPM melakukan pra Konferensi Tingkat  Tinggi.

Sebelumnya  SP menerima siaran pers dari Kepala Staf Umum TPN-OPM, Mayjen Terianus  Satto dalam  press reales yang diterima SP, TPN-OPM telah melakukan tahapan kerja dengan  konsolidasi maksimal dari tahun 2008-2011.

Hasilnya, TPN-OPM telah berhasil melakukan Pra KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) pada tanggal  15 Maret 2012 di Maribu, Sentani, Papua Barat. Dalam Pra KTT TPN-OPM ini melegitimasikan pembentukan Panitia KTT dan mengagendakan jadwal pelaksanaan KTT  pada tanggal 1-5 Mei  2012, bertempat di Biak, Papua. Dengan dasar Pra KTT ini, maka KTT TPN-OPM telah berhasil
dilaksanakan di Markas TPN Perwomi Biak, dari tanggal 1-5 Mei 2012.

Hasilnya, telah dipilih Panglima Tinggi TPN, Wakil Panglima dan Kepala Staf Umum, masing-masing atas nama, Panglima Tinggi  TPN-OPM, Gen. Goliath Tabuni, Wakil Panglima TPN-OPM, Letjen Gabriel Melkizedek Awom dan Kepala Staf Umum TPN-OPM, Mayjen Terianus Satto.

Selanjutnya, TPN-OPM telah berhasil melakukan Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS dari tanggal 27-1 September 2012 di Markas TPN Wanum, Jayapura, Papua. Hasilnya, mengagendakan jadwal  Pelantikan Panglima, Wakil Panglima dan Kepala Staf Umum TPN-OPM yang jatuh pada tanggal 30 November 2012. [154]
website Resmi TPN/OPM : www.wpnla.net

Sumber: www.suarapembaruan.com
- -

Dortheys Hiyo Eluay (lahir di Sereh, Sentani, Jayapura, 3 November 1937 – meninggal di Muara Tami, Jayapura, 10 November 2001 pada umur 64 tahun) adalah mantan ketua Presidium Dewan Papua (PDP), yang didirikan oleh mantan presiden Indonesia Abdurrahman Wahid.

Pendidikan dan awal hidup
Eluay dididik di sekolah dasar lanjutan (Jongensvervolgschool) di Yoka, Sentani, pada masa penjajahan Belanda. Dia mempelajari meteorologi dan lalu bekerja sebagai asisten ahli meteorologi di Badan Metereologi dan Geofisika Pemerintah Hindia Belanda. Keluarganya merupakan kepala adat (ondoafi) di Desa Sereh. Eluay sendiri kemudian menjadi ondoafi berkat pendidikannya yang lumayan tinggi.
Setelah Belanda melepaskan kekuasaan West Papua ,dia menikahi  istri baru orang paniai/ Mee yang bernama Salomina Pigome saudara dari bapak yereminus pigome.1963.

Karier politik
Tahun 1977, Theys pindah ke Golkar. Ia menjadi anggota DPRD I Irian Jaya hingga tahun 1992. Dalam pemilu berikutnya ia tidak dicalonkan lagi sehingga ia kecewa, dan bersuara lantang terhadap Jakarta. Tahun 1992, dibentuk Lembaga Musyawarah Adat (LMA) yang menyatukan 250 suku Papua. Theys terpilih dan dinobatkan selaku Pemimpin Besar LMA Papua. Ia kemudian menobatkan diri jadi Pemimpin Besar Dewan Papua Merdeka.
Pada 1 Desember 1999, Theys mencetuskan dekrit Papua Merdeka serta mengibarkan bendera Bintang Kejora. Lalu pada Mei-Juni 2000, ia mengadakan Kongres Nasional II Rakyat Papua Barat, yang lalu dikenal sebagai Kongres Rakyat Papua, Jayapura. Dalam kongres itu, Theys terpilih sebagai Ketua PDP.
ada beberapa faksi dalam Tentara Nasional Indonesia yang kurang suka akan adanya PDP ini sebab mereka takut bahwa hal ini akan menuju lepasnya Papua dari pangkuan NKRI.
Kematian
Pada tanggal 10 November 2001, Theys Hiyo Eluay diculik dan lalu ditemukan sudah terbunuh pada esok harinya di mobilnya di sekitar Jayapura. ternyata pembunuhan ini dilakukan oleh oknum-oknum Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Beberapa anggotanya, antara lain Letkol Hartomo, Dunia Internasional mengecam pembunuhan Eluay ini,namun tidak sampai finis sampai saat ini walau suda 11 tahun berlalu.
Eluay akhirnya dimakamkan di tempat kelahirannya Sentani ,pada sebuah tanah yang sudah diwakafkan oleh para tetua suku. Pemakamannya dihadiri kurang lebih 10.000 lebih orang Papua. Di jalan raya antara Jayapura dan Sentani sebuah monumen kecil didirikan untuk mengenang pembunuhan ini.


Selamat jalan Bapak Pejuang ,Namamu kan selalu dikenang , selamat jalan Pahlawan-ku.
- -

PAPUA-Kasus penculikan dan pembunuhan Alm. Dortheys Hiyo Eluay, Ondofolo Suku Sereh, Sentani, Port Numbay, Ketua LMA  Papua, dan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) telah berlalu tepat sepuluh tahun silam. Kini kita telah berada di detik, menit, jam, hari Sang Ondofolo dibunuh dengan cara dicekik. Cara mencekiknya sangat mengerikan, sangat tidak manusiawi.
Kalau kita baca buku terlengkap yang pernah ditulis tentang riwayat hidup, dan terutama riwayat sebelum dan sesudah pembunuhannya sampai hari ini, yaitu karya Sem Karoba, Hans Gebze, dkk, terbiatan Mei 2002 (selang waktu beberapa bulan setelah alm. dibunuh), maka ingatan kita tentang peristiwa-peristiwa yang tidak lama itu segar kembali, lalu dengan mudah kita kaitkan dengan perkembangan terakhir di Tanah Papua, Ketua Dewan Adat Papua yang kini berada di tahanan NKRI.
Sem Karoba, dkk. mencatat banyak sekali peristiwa, detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan. Yang belum ditulis ialah tahun demi tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai tahun 2011 hari ini. Termasuk pengadilan ringan dan penobatan sebagai pahlawan negara kepada para pembunuh Theys tidak dimuat dalam buku ini karena buku ini terbit lebih dari tiga tahun sebelum pelaku kejahatan atas kemanusiaan ini ditahan dan diproses secara hukum militer NKRI sendiri.
Dari kasus penculikan sekaligus pembunuhan sang Pemimpin Besar Bangsa Papua itu sebenarnya perlu kita ingat dan camkan beberapa hal. Yang pertama, bahwa kasus ini tidak boleh dianggap telah berlalu oleh bangsa Papua. Ini pelanggaran HAM berat karena seorang pemimpin yang diangkat dalam sebuah proses demokrasi oleh sebuah bangsa dan tanah dibunuh begitu saja tanpa pertanggung-jawab politik dan hukum yang jelas. Dalam buku ini telah dengan jelas disampaikan mengapa kasus in imerupakan pelanggaran HAM berat. Hal kedua, karena para pembunuh tidak pernah mengakui dan meminta maaf kepada pihak korban sampai dengan hari ini tanggal 11 November 2011. Dapat dikatakan dalam bahasa adat Papua, "Ini pembunuhan rahasia", atau dalam bahasa Lani disebut "Kote warak." Orang yang dibunuh secara "kote" tidak pernah hilang dari ingatan orang Papua. Kalau ada pembunuhan, ada pengakuan, ada pertanggung-jawaban dalam bentuk hukuman atau denda, maka ingatan itu biasanya terkikis dimakan waktu. Tetapi kalau sebuah kematian, apalagi kematian seorang Kepala Suku, apalagi dibunuh setelah sebuah acara yang diadakan oleh NKRI, apalagi cara pembunuhannya sangat canggih dan sadis, apalagi dalam posisi beliau sebagai Kepala Suku sekaligus sebagai Ketua PDP, yaitu sebuah lembaga politik di dalam negeri yang menyambung suara dan aspirasi bangsa dan tanah Papua, apalagi pembunuhnya menyangkal mati-matian dan malahan mengancam siapa saja yang menuduh mereka sebagai pembunuhnya, apalagi pembunuhnya malahan dihadiahi gelar pahlawan negara Indonesia, soal pembunuhan Theys Eluay tidak bisa kita jadikan sebagai bagian dari sejarah.
Kasus penculikan dan pembunuhan Alm. Dortheys Hiyo Eluay bukan masalah kemarin, tetapi ini masalah hari ini, dan lebih-lebih masalah hari esok dan lusa. Itu yang harus diingat orang Papua. Pada setiap tanggal 11 November disetiap tahun, setiap orang yang merasa dirinya berasal dari dan dilahirkan di atas, hidup di dan akan dikuburkan ke Bumi Cenderawasih, sepatutnyalah berbuat sesuatu, yaitu sesuatu yang berarti dan bermakna bagi tanah leluhur dan bangsanya. Tidak menjadi soal Anda pendukung Otsus atau penentang, tidak masalah Anda pejabat di dalam pemerintahan NKRI atau penentang NKRI, Anda tetap ber-identitas orang Papua, yang dilahirkan, dibersarkan, hidup dan mati di tanah leluhur Bumi Cenderawasih. Oleh karena itu, kasus penculikan dan pembunuhan Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay patutlah menjadi sebuah peristiwa November Kelabu, hari Kematian HAM, Demokrasi dan Supremasi Hukum di Tanah Papua.
Lihat saja apa yang telah terjadi sepeninggalan Theys. Hukum NKRI sendiri dilanggar habis-habisan oleh NKRI dan orang Indonesia sendiri. Lihat saja apa yang sedang terjadi di Era Otsus ini. Era Otsus ini kita sebuah era Post-Theys, era-Beanal, era-status-quo, era kematian sebuah bangsa, era kematian kedua setelah beberapa bulan kebangkitan nasional bangsa Papua waktu itu. Hitung saja berapa Pasal dan Ayat dari UU Otsus No. 21/2011 itu yang telah dilanggar, dan berapa yang tidak dilaksanakan sepenuhnya serta berapa yang sama sekali tidak dilaksanakan, jangankan dibicarakan. Makanya Efendy Choiri, salah satu tokoh Indonesia dari PBNU menyatakan dalam wawancara di TVOne menyatakan saat ditanya, "Berapa persen Otsus berhasil dan berapa persen Otsus gagal?" Beliau katakan secara cepat dan tegas, "Bukan gagal, memang Otsus tidak pernah dilaksanakan. Jadi tidak bisa dikatakan gagal, kalau tidak pernah dilaksanakan."
Kita pindah ke November Kelabu sebagai Hari Kematian HAM di Tanah Papua. Ingat saja minggu ini, minggu lalu, satu minggu lalu, dua minggu lalu, tiga minggu lalu, empat minggu lalu, sampai 10 minggu lalu sampai 100 minggu lalu. Hitung semua dan ingat kembali. Kata Indonesia kepada masyarakat internasional seperti ini,
Kasus-kasus pelanggaran HAM itu pernah terjadi. Kami menyesal itu pernah terjadi. Tetapi kasus-kasus itu terjadi di era yang lain, regime yang lain, era orde baru, regime Soeharto. Sekarang Indonesia ada di era reformasi, era demokratisasi, regime SBY-Kalla dan SBY-Budiono. Era ini era paling demokratis. Kami sangat mendengarkan suara rakyat Papua. Kami menangani soal Papua dengan hati, bukan dengan pikiran atau otak. Kami cintah Papua, yaitu tanah Papua, bukan orang Papua. Biarkan kami membangun orang-orang telanjang ini. Kalau mereka merdeka sendiri mereka akan melarat seperti teman-teman Melanesia di Tomor Leste yang barusan merdeka tetapi masih morat-marit dalam membangun ekonomi mereka. Apalgi orang Melanesia lain di Timur Pulau New Guinea, negara itu termasuk ke dalam negara sedang gagal, kemiskinan merajalela, kekerasan dan premanisme sangat tinggi. Jadi, kalau Papua Merdeka sendiri, pertumpahan darah jauh lebih parah dan sulit dijelaskan. Biarkan kami, orang beradab, orang pintar, orang modern yang membantu membangun bangsa minoritas, terbelakang, kanibal, zaman batu ini.
Biarpun ada saja orang Papua menuntut merdeka, tetapi kami sedang membangun demokrasi, jadi kami tidak akan bunuh mereka. Kami melakukan komunikasi konstruktiv dengan mereka....
Kemudian yang ketia, November Kelabu ini mengingatkan kita tentang hari kematian Demkorasi di Tanah Papua. Lihat saja apa yang terjadi saat KRP II, 2000 dibandingkan dengan yang terjadi dalam KRP III, 2011. Hitung jumlah orang, hitung dari mana saja yang datang, hitung di mana tempat penyelenggaraannya, hitung para tamu dan undangan yang hadir, hitung siapa saja dari pihak NKRI yang hadir dan yang mendanai kegiatan itu. Yang jelas, demokrasi sejak sepeninggalan Theys Eluay telah mati bersamanya.
Demokrasi sepeninggalan Theys Eluay ialah demokrasi yang mandul, karena demokrasi itu telah dikebiri, maka biarpun dia melakukan aktivitas kawin-mengawinkan, tidak bakalan melahirkan sesuatu, karena pada prinsipnya demokrasi di Tanah leluhur Theys Eluay, tanah yang deminya dia dibunuh itu, telah dikebiri.
Karena demokrasi itu telah mandul lantaran dikebiri, maka apapun proses demokratisasi yang sekarang ini terjadi, misalnya KRP III, 2011, pelaksanaan Otsus, dialogue, komunikasi konstruktiv, atau apapun juga, proses demokrasi sulit terjadi. Yang terjadi ialah lawan dari demokrasi, yang bertentangan dengan demokrasi: pelanggaran HAM, kehidupan tidak aman, teror dan intimidasi, penculikan, pengejaran, pengungsian karena pengejaran TNI/ Polri, pengintaian, sampai penembakan, peracunan, pembunuhan secara halus (bio-terrorism) dan pembunuhan dengan perusakan lingkungan tempat tinggal orang Papua (eco-terrorism).
Kalau demokrasi tidak telah dikebiri, jika perlindungan dan pemajuan HAM juga dibunuh, kalau supremasi hukum telah ditambal-sulam dan ditukar-tambah di sana-sini dan bolak-balik, maka jelas dan pastilah bahwa dengan demikian "Perjuangan Damai di Tanah Papua telah dimatikan!" Itulah kesimpulan yang telah terpapar dalam judul buku ini.
Riwayat pembunuhan tidak berakhir di sepuluh tahun lalu. Contoh terbaru kita lihat saat KRP III, 2011 diselenggarakan, pada saat Jaringan Damai Papua setengah mati dan bolak-balik mensosialisikan dan mempersiapkan dasar-dasar untuk mendorong Papua Zona damai, saat itulah, NKRI lewat presidennya sekali lagi menyangkal eksistensi, hargadiri, martabat dan kemanusiaan manusia Papua dengan segala perangka hukum yang telah disahkan Presiden Indonesia sepuluh tahun silam. Pada prinsipnya Presiden NKRI menyatakan, "Anda siapa? I Love Papua, not Papuans! I own Papua, not Papuans!" Yang ditulis dan disahkan Presiden NKRI tahun 2011 sudah banyak yang dilanggar, malahan yang tidak dilanggar hanya satu atau dua. Itulah sebabnya Efendy Choiri menyatakan, "Pertanyaannya bukan pada otsus gagal atau tidak, tetapi Otsus tidak pernah dijalankan." Hukum buatan NKRI dilanggar oleh NKRI sendiri. Apalagi hukum adat dan hukum-hukum yang pernah ada di tanah Papua? Pasti dan harus dilanggarnya atas nama NKRI Harga Mati, bukan?
Kalau kondisi penegakkan supremasi hukum masih seperti ini, kalau masih saja ada orang Papua ditahan tanpa peradilan dan tanpa proses hukum sesuai aturan yang dibuat NKRI sendiri, kalau masih ada orang dikejar-kejar, kalau masih ada penembakan di sana-sini tanpa pernah mengungkap para dalang dan pelaku perbuatan amoral dan kejam ini, maka siapakah orang Indonesia, orang Papua atau manusia di dunia yang bisa dibujuk untuk percaya bahwa NKRI hari ini sedang serius menangani Papua?
***
Sementara ketiganya telah mati bersama Theys, yaitu sepeninggalan mereka berempat, maka orang Papua sekarang semestinya berpikir ke depan, berpikir tentang kelanjutan perjuangannya, tentang Joshua bangsa Papua, tentang langkah berikut, mulai dari apa yang telah ditinggalkan Theys.
Yang ditinggalkan Theys, seperti diulas Sem Karoba, dkk. (2002), Bagian PAPUA MENGENANG, mulai Bab 9. ada 5 hal yang ditinggalkan Theys:
  1. Theys Ondolofo, Tokoh Integrasi dan Tokoh Papua Merdeka
  2. Theys Tokoh Adat Revolusioner
  3. Theys Tidak Ketinggalan Jaman Dalam Politiknya, Berperan Dalam Pentas Perjuangan Dunia Semesta
  4. Theys Adalah Musa Bangsa Papua
Apa artinya Theys Eluay yang awalnya membela NKRI lalu di akhir hidupnya bukan hanya membela tetapi malahan memimpin perjuangan Papua Merdeka? Almarhum sendiri pernah menjawabnya, "Karena ini waktunya! Sekarang saatnya untuk Papua Merdeka!" Di lain waktu juga beliau katakan, "Waktu itu Sukarno yang mencapok negara dan Tanah Papua ke dalam NKRI!" Jadi, dengan kata lain, beliau yakin bahwa waktunya telah tiba bagi bangsa Papua untuk memperjuangkan pengembalian kedaulantannya yang telah diinjak dan diperkosa oleh NKRI. Dalam banyak wawancara almarhum ditawari paket Otsus, tetapi selalu beliau menolak dengan alasan Papua sudah merdeka, sekarang hanya minta pengembalian kedaulatan yang telah dicaplok oleh NKRI.
"PDP tetap akan melakukan upaya lobi sampai tercapai dialog, baik nasional maupun internasional. Ini kami lakukan agar Indonesia secepatnya mengembalikan hak bangsa Papua seperti sebelum 1 Desember 1961, yaitu hak untuk merdeka, yang dicopot oleh Sukarno dengan Operasi Trikora. Waktu itu, Bung Karno menyatakan operasi tersebut untuk membubarkan negara boneka Papua. Padahal yang sebenarnya ada adalah Negara Papua, bukan negara boneka Papua. Orang Papua sudah berdiri sendiri. Papua sudah merdeka."
Theys Hiyo Eluay: "Hak (Papua) Merdeka Dicopot Sukarno" , TEMPO, No. 38/XXX/19 - 25 November 2001 [http://papuapost.com/?p=5113]
Theys memang tokoh adat revolusioner. Dalam buku Sem Karoba, dkk. digambarkan sejumlah orang revolusioner di berbagai belahan Bumi dan menempatkan almarhum Theys Eluay berdekatan dengan Abdurrahman Wahid dan Nelson Mandela. Gus Dur dari sisi kontrovesi yang selalu ditimbulkannya dari apa yang diucapkan dan yang dilakukannya, serta Mandela dari aspek Kepala Suku dan pengorbanan yang mereka berikan dalam posisi sebagai Kepala Suku. Lebih khusus lagi, kedua Kepala Suku ialah orang-orang modern yang moderat, pemikirannya sangat maju, beradab dan merangkul semua pihak. Jadi, perluangan Papua Merdeka yang dilakukannya bukan karena Theys membenci orang Indonesia. Sama sekali tidak. Theys punya banyak sekali penggemar dan sahabatnya di Indonesia. Yang ditentangnya ialah negara Indonesia, bukan orang Indonesia. Maka itulah perjuangan yang dikedepankannya ialah perjuangan damai, sopan-santun dan demokratis.
Karena ketokohannya yang revolusioner itu, beliau hampir saja ditempatkan sebagai tokoh adat yang revolusioner, yaitu pemain politik global yang berasal dari tokoh adat. Agenda terpenting dan yang tidak mudah dilupakan yang pernah ia sampaikan kepada Wartawan Majalah Tempo beberapa minggu sebelum almarhum dibunuh saat beliau ditanyakan "Apa program pertama yang hendak dilakukan di pentas politik global seusai Papua Merdeka?" maka almarhum katakan,
"Saya akan berkampanye ke seluruh dunia, mengusulkan agenda ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, membangun aliansi ke seluruh dunia untuk menutup semua pabrik-pabrik senjata dan diganti dengan pabrik makanan."
Sebuah pandangan yang sangat menarik. Tidak mungkin SBY membayangkan itu, malahan SBY mau membangun pabriks senjata di Indonesia. Tidak ada seorangpun Presiden negara-bangsa merdeka dan berdaulat hari ini yang punya agenda seperti itu, kecuali Theys Hiyo Eluay. Agenda itu tertinggal untuk orang Papua, generasi penerus, entah siapa menjadi penggantinya nanti, untuk meneruskan program yang telah disampaikannya dimaksud. Penerus perjuangannya berarti juga penerus agendanya, baik agendanya untuk tanah air dan bangsanya, dan juga untuk sekalian manusia dan planet Bumi.
Itulah pemikiran Alm. Theys Eluay yang berkaliber internasional, seorang tokoh adat yang revolusioner, seorang yang tahu diri dan tahu waktu kapan harus berbicara dan berjuang untuk Papua Merdeka, seorang yang tahu akan mati sebelum perjuangan yang dipimpinnya itu tuntas.
Itulah sebabnya Alm. Theys Hiyo Eluay pernah katakan seperti diutarakan Thaha Moh. Al-Hamid dalam Sambutan Pengantar dari Buku dimaksud,
"Untuk selamanya Theys telah pergi dalam jeritan seribu jiwa, tetapi semangat dan kesadaran perjuangan kini bersemayam di kalbu setiap anak Papua, sebagaimana ia bersaksi tatkala kami berlima menyantap hidangan tahun baru 2001 di bilik penjara Abepura: “perjuangan harus jalan terus, darah dan nyawa saya akan mengantar orang Papua ke gerbang kemerdekaan”.
Jadi, beliau tahu persis, bahwa ia akan mati, dan kedua bahwa dengan kematiannya itu akan mengantar bangsanya ke gerbang kemerdekaan. Demikianlah Musa sampai ke Gunung Sinai, dan memandang jauh ke Tanah Kanaan, tanah Perjanjian Allah, tanah yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah, tanah yang untuknya Musa telah menghadap Firaun berkali-kali di Mesir, yang menyebakan banyak tulah bagi kaum penjajah, yang memaksa bangsa pilihannya keluar dari penjajahan dan perbudakan, yang dalam perjalanannya dipenuhi jerih-payah. Di gunung itu, Musa hanya diizinkan untuk memandang ke Tanah Kanaan, dan pada saat memandangnya, ia melihat gambaran janji-janji Tuhan itu telah tergenapi. Tetapi sayang, ada alasan dan ada sebabnya, Musa sendiri tidak diperbolehkan menyeberang Sungai Yordan. Dia harus tinggal di sebelah Sungai Yordan. Tujuan Musa membawa keluar bangsanya dari perbudakan dan penjajahan telah tercapai, tetapi Musa sendiri tidak ikut secara fisik masuk ke Tanah Kanaan. Itulah yang dikatakan Theys Eluay kepada Thaha Al-Hamid, bukan?
***
Yang pertama telah digenapi, yaitu Musa memang harus mati, tidak ikut masuk ke Tanah Kanaan. Itulah sebabnya kita peringati hari ini sebagai tahun ke sepuluh dari peristiwa itu. Sekarang kita menantikan hal kedua yang ditinggalkannya untuk digenapi, yaitu sudah 10 tahun bangsa ini menunggu Joshua untuk berdiri di tengah-tengah bangsanya di Tanah leluhurnya, meneruskan tongkat estafet yang ditinggalkan Theys Eluay, menyeberangi Sungai Yordan, membasmikan secara tuntas semua musuh yang menghuni wilayah itu, dan mendiami Tanah Perjanjian itu. Sudah 10 tahun bangsa Papua tinggal tanpa pemimpin. Sudah 10 tahun sudah bangsa ini menantikan para pembunuh hak kebangsaan dan hak hidup orang Papua angkat kaki dari tanah leluhur orang Melanesia di bagian barat Pulau New Guniea. Sudah 10 tahun para pembunuh Musa Papua itu tidak pernah diungkap secara tuntas dan bertanggungjawab.
  • Apakah 11 tahun ini artinya hanya sebuah bilangan ganjil yang bisa saja berlalu tanpa arti apa-apa?
  • Apakah Kongres Rakyat Papua III, 2011 membuka jalan ke arah itu?
  • Apakah Jaringan Damai Papua dengan agenda dialoguenya merupakan jalan ke arah itu?
  • Apakah KNPB dan jaringannya mengarah ke sana?
  • Apakah ILWP/IPWP dan segala gerakannya menunjukkan titik terang ke arah sana?
  • Apakah itu...? ? ?
***
*Oleh Sem Karoba, salah satu dari penulis buku: PAPUA MENGGUGAT: Penculikan dan Pembunuhan Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay - Hari Kematian HAM, Demokrasi dan Supremasi Hukum di Tanah Papua", terbitan w@tchPAPUA - GalangPress.
- -

SEBUAH peristiwa  ritual yang dirayakan oleh masyarakat Debey di Tadouto pada tanggal 9 Mei merupakan suatu perayaam tahunan yang selalu diperingati oleh warga setempat. Pesta ritual itu memperingati seorang tokoh Totamana yang mengajarkan Firman Tuhan sebelum para misionaris menapaki wilayah Mee (Paniai).

Sebut saja Wodeyokaipouga muncul dengan kegagahan alamiah dalam mengajarkan Totamana di kampungnya. (Tadauto). Sekalipun secara resmi belum dikenal sebab sejak ia memulai ajar ajaran Totamana itu tidak pernah keluar. Dan seluruh ajarannya merupakan hasil hubungan dengan alam setempat.

Dia mengajarkan totamana firman Allah. Totamana artinya firman Allah yang berakar dari alam. Wodeyokaipougaa mengenal firman Allah tidak melalui sebuah pendidikan resmi, atau oleh para misionaris ataupun pendidikan bentuk lain. Ini sebuah kisah yang belum dicatat oleh khalayak umum namun oleh masyarakat setempat memahami dan apa yang dilakukan sejak kala adalah ajaran Allah yang disepernukan oleh Firman melalui para misionaris.

Menurut kak Kandung Bobamoye Bobii yang adalah saksi mata mencerita kisah yang dilakukan oleh kakak kandung Wodeyokapouga, bahwa sejak dilahir dia memiliki keunikan. Banyak tanda-tanda yang dapat kita jumpa dikalah itu. Bahkan ketika berumur 3 tahun hilang selama 5 malam. Orangnya bersama sanak saudara beserta masyarakat dikampung itu mendapatkannya dalam rerumputan. Selang setahun kemudian ia berkembang dan melakukan berbagaikegiatan yang intinya adalah mengajarkan firman Allah versi budaya. Berbagai kegiatan itu diajarkannya. Di wilayah Deiyai bahkan pada umumnya di Paniai agama bisa dikenal setelah masyarakat Mee dahulu mengenal Firman melalui ajaran-ajaran versi budaya.

Banyak tokoh agama yang bisa dikenal di wilayah Deiyai (Tigi) semisal, Zakeus Pakage, Karel Gobay (paniai) dan beberapa tokoh lainnya, namun mereka dikenal setelah pergi bersama para misionaris disekolahkan luar Papua. Sedangkan Wodeyoka tidak hanya melalui hubungan intim dengan Allah. Selain itu tokoh yang belum dikenal ini selama melakukan ajarannya tidak pernah menemui para misionaris baik Katolik ataupun Zending.

Perjalanan peringatan ini sudah dan selalu dirayakan secara keluarga. Ada faktor alasan bagi keluarga untuk peringatan itu terbatas. Namun sejak 2 tahun lalu mulai dikenal. Bahkan berbagai kalangan berdatangan untuk menyaksikan peristiwa itu. Keunikan dilakukan itu dapat dilihat dalam beberapa aspek, pertama aspek kebersamaan. Persatuan dan kesatuan keluarga besar Tadouto dapat dilihat dalam berbagai kegiatan, diantaranya mereka memiliki kelompok Perikanan, Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, kebersihan, perekonomian, dan kebersihan. Semua aspek ini diketuai oleh masing-masing ketua, bahkab hari kerja telah terjadwal. Setiap hari yang telah ditentukan diwajibkan untuk memgambil bagian dalam kebersamaan.

Selain itu bidang keagamaan (Totamana) diajatkan ayat-ayat hafalan, lagu-lagu rohani, serta mereka mengenal Allah sekalipun dikalah itu misionaris belum menapaki wilayah itu. Kenangan dalam perayaan itu kita simak dalam drama yang diperagakan oleh masyarakat setempat. Dalam drama itu mereka mengisahkan perjalanan ajaran hingga Wodeyoka Bobii diolok-dieluk-elukan oleh para serdadu Belanda. Tidak hanya oleh serdadu akan tetapi sebagian besar warga sekitarnya menamakannya sebagai pengajar ajaran sesat. Hal itu wajar dinilai demikian pasalnya pada waktu itu belum mengenal atas ajaran Allah yang oleh Wodeyoka .

Peristiwa yang dapat kita memaknai adalah ke-tokoh-annya belum dikenal. Namun oleh warganya (famili) tidak mau di publikasikan sebab, menurut marga Bobii memaknai bahwa ajaran Totamana adalah peristiwa yang sakrar.

Sumber : http://deiyaikab.go.id

Konflik Papua yang berkepanjangan tentu menimbulkan pertanyaan tersendiri, mengapa kekerasan ditanah yang bergelimang emas dan uranium tersebut tidak terselesaikan? Beberapa hal krusial itulah yang dibedah dalam diskusi "Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat" di Aula UKI, Cawang Jakarta, Jumat (14/9).

Diskusi yang mengambil tema dari sub-judul buku "Pemusnahan Etnis Melanesia" karya Pendeta Socratez Sofyan Yoman tersebut dihadiri oleh sosiolog Tamrin Amal Tomagola, mantan Menko-ekonomi Rizal Ramli, anggota DPR Yoris Raweyai dan Direktur Imparsial Poengky Indarti.

Pendeta Socratez dengan tegas dalam pernyataannya menyatakan bahwa kekerasan yang dialami rakyat Papua sudah terlalu banyak. "Kami tidak diperlakukan sebagai manusia. Martabat kami direndahkan. Konflik-konflik di Timika itu diciptakan. Ada OPM yang memang sengaja dipelihara oleh tentara. Konflik Papua diciptakan, dipelihara dan dibiarkan," ungkapnya.

Pimpinan Gereja Baptis Papua ini juga mengharapkan bahwa pemerintah mau peka dan mendengar secara langsung jeritan hati masyarakat Papua yang telah lama tertindas dan dikucilkan dari keadilan. Dari bukunya tersebut juga, Pendeta Socratez berharap ada perubahan yang akan terjadi. "Buku ini hanya lilin kecil dari tanah Papua. Namun harapan saya, lilin kecil ini dapat menjadi penerang bagi hati nurani bangsa."

Buku "Pemusnahan Etnis Melanesia" karya Pendeta Socratez Sofyan Yoman pernah dibreidel oleh Kejaksaan Agung karena dianggap membahayakan, meski kembali beredar hingga kini. Dalam buku tersebut Pendeta Socratez menuangkan dan mencatat fakta-fakta kekerasan yang terjadi di Papua, yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Lebih daripada keinginan untuk melawan negara, Pendeta Socratez dalam bukunya tersebut justru mengingatkan kepada negara, bahwa ada ketidakadilan terjadi di Papua. Masyarakatnya terbelakang, hidup menjadi tamu ditanah sendiri, sementara sumber daya alam mereka tidak bisa mereka nikmati, akibat arogansi dan ketamakan pemerintah yang bekerjasama dengan pihak asing untuk mengeksploitasi tanah Papua.

Sumber : www.jawaban.com


Cantik sering kali didefinisikan dengan kulit yang putih, dan  rambut yang lurus.  Sangat menyedihkan sekali anggapan seperti ini ternyata sudah menjadi paradigma sebagian besar masyarakat Indonesia. Seolah masyarakat di Indonesia lupa bahwa ada Ras Etnis di Indonesia yang bukan hanya melayu, tetapi juga Melanesia yang ada di Indonesia bagian Timur. Yang lebih ironi adalah kebanyakan Produk Produk kecantikan yang ada di media periklanan selalu menekankan bahwa kulit yang Indah adalah kulit Putih, Rambut lurus dan panjang, entah hanya untuk mempromosikan agar produk mereka dapat diterima dan di konsumsi oleh masyarakat indonesia atau mereka TIDAK TAU bahwa kulit hitam dan rambut keriting juga memiliki nilai keindahan dan keunikan yang dapat jadi kebanggaan setiap orang yang memiliki nya. Sadar atau tidak jarang sekali ada iklan kecantikan di Media yang membanggakan kulit Hitam, yang sering kita lihat adalah Produk produk untuk memutihkan kulit dan seakan kalau wanita memiliki kulit hitam sangat jelek dan tidak enak di pandang sehingga harus berusaha agar mendapatkan kulit yang putih bercahaya dengan produk yang mereka tawarkan.
Sebagai orang Papua saya sangan sedih sekali melihat hal ini karena secara tidak sengaja melalui berbagai Iklan iklan di media telah menanamkan suatu pengertian di benak masyarakat Indonesia bahwa Kulit yang Indah adalah kulit Putih. Hampir tidak pernah ada iklan yang menawarkan produk dengan cara membanggakan kulit yang hitam atau sawo matang dan juga rambut keriting atau Ikal, akirnya banyak dari masyarakat Indonesia sangat mengindahkan kulit putih dan mendiskriminasikan kulit hitam. Mereka lupa bahwa di bagian timur termasuk Papua dan maluku juga termasuk wilayah Indonesia dengan ciri khas kulit dan rambut yang berbeda. Secara tidak sadar ini termasuk Diskriminasi bagi   masyarakat Indonesian bagian Timur dan dampaknya sangat besar dalam kehidupan Sosial.
sedikit info tentang kelebihan kulit Hitam.
  •  membuat kulit terlihat lebih sehat
  •  mampu melindungi kulit dari sinar UV yang bisa meningkatkan resiko kanker kulit
  • Lebih terlihat awet muda
  • Lebih terlihat Sexi dan Eksotis
Jadi bagi seluruh teman teman, saudara-saudaraku masyarakat Papua, mari belajar untuk bersyukur atas pemberian yang sudah Tuhan kasi bagi kita secara pribadi dengan menjaga keaslian Kulit dan rambut kita.
Hitam Kulit Keriting Rambut itu kebanggan kita, keunikan kita, jati diri kita. Jadi tidak perlu ikut perkembangan dunia yang tidak mendidik. Tidak perlu memutihkan kulit dengan produk pemutih tapi rawatlah kulit kita agar tetap mengkilau dengan warna kulit melanesia kita, juga tidak perlu meluruskan rambut hanya untuk terlihat lebih cantik dan menarik tetapi pertahankan keunikan kita dengan rambut yang keriting ini.



HITAM KULIT KERITING RAMBUT AKU PAPUA
Free West Papua
( Pegedy )




-


Tanah Papua sering kali disebut dengan bumi cendrawasi, banyak versi cerita asal usul mengapa tanah papua dipanggil dengan sebutan nama Bumi cendrawasih, secara umum panggilan atau sebutan itu ada dikarenakan ciri khas khusus dari tanah papua ialah Burung Cendrawasih, selain itu juga yang paling membagakan adalah bentuk pulau yang berbentuk seperti seekor burung besar yaitu burung cendrawasih.
Selain menjadi salah satu Pulau terbesar  Papua juga memiliki keunikan tersendiri yaitu papua terdiri  lebih dari 255 Suku dengan bahasa yang berbeda beda,
Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau belati. Senjata ini terbuat dari Tulang kaki burung cendrawasih kasuari dan bulunya menghiasi hulu Belati tersebut. senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Busur dan panah dipakai untuk berburu atau berperang.
Selain bentuk pemerintahan Nasional papua juga masi membudayakan sistem Pemerintahan Tradisional, bahkan sampai saat ini sistem adat ini masi dipertahankam oleh masyarakat adat di Papua. Kepala Suku atau Ondowavi adalah panggilan terhadap orang yang diPercaya sebagai pemimpin satu daerah, setiap daerah di papua memiliki kepala suku atau Ondowavi nya masing - masing, biasanya orang yang dijadikan ondowavi adalah orang yang punya wibawa,orang yang memiliki tanah yang cukup luas, atau dipilih berdasar keturunan.
Sistem Pemerintahan tradisional yang masi ada di Papua bukan karena papua masi kuno atau terbelakang, hal ini di pertahankan sebagai salah satu Sistem adat istiadat yang telah menjadi salah satu dari Kebudayaan di Papua maupun warisan adat dari para leluhur.
( Pegedy )

Sangat rendah sekali pengetahuan ataupun perspektif tulisan teman-teman wartawan yang menulis tentang Bendera Bintang Kejora adalah Simbol TPN/OPM. Sebagai Generasi Muda Anak Adat Papua; saya tidak sependapat dengan teman-teman wartawan yang menulis untuk mengelabui ataupun mempolitisasi Bendera Bintang Kejora sebagai Bendera Kebangsaan Papua Barat diatas Tanah Papua Barat.
Terlepas dari hiruk-pikuk kepentingan pemerintah Indonesia dan pernik-pernik manipulasi pembalikan Fakta Sejarah Bangsa Papua Barat, saya pikir kita tidak boleh membohongi sejarah itu, sebab sejarah itu adalah fakta kebenaran, oleh sebab itu meskipun beberapa teman-teman wartawan sudah didik di Cijantung untuk propaganda informasi media tentang situasi politik di Tanah Papua Barat, saya masih berharap bahwa sebagai wartawan seyokyanya menjaga kode etik dan independensi jurnalistik, sehingga nilai ataupun rating media juga mempertaruhkan nama besar media yang dijadikan payung pencarian dan alat penyampaian tulisan-tulisan brilian itu. Untuk hal dimaksud, maka mari kita kembali untuk bersama-sama membuka catatan sejarah keberadaan Tanah Papua Barat dan Manusia Kulit Hitam serta Rambut Keriting, sekaligus Perjuangan Mereka dalam mempertahankan Harga diri dan Martabat Bangsa Papua Barat di Mata Dunia.
Semoga kita semua mau memahami bahwa Bendera Bintang Kejora itu bukan Simbol TPN/OPM, tetapi itulah adalah Simbol Jati Diri Orang Asli Papua Ras Melanesia Kaum Bangsa Papua Barat.
Sejarah Bendera Merah Putih juga dahulu digunakan oleh Jenderal Sudirman sebagai Bendera Bangsa Indonesia, bukan Simbol Separatis Indonesia ketika itu; oleh sebab itu hal yang sama pula yang digunakan oleh Para Pejuang Bangsa Papua Barat untuk menunjukan Harga Diri dan Martabat Bangsa Papua Barat dalam memperjuangkan Penentuan Nasib Bangsa Itu Untuk sebuah Kebebasan Absolut tanpa ada politisasi,intimidasi,teror,pembunuhan,penyiksaan,penganiayaan,penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pemerkosaan, dan pembunuhan kilat serta penculikan dan penghilangan Orang Asli Papua Barat.
Hari ini di tahun 2012 ini, sudah bukan barang unik atau luar biasa lagi, tetapi itu adalah hal yang biasa; sebab dengan Bendera Bintang Kejora sudah terlalu banyak korban berguguran. Nah dengan demikian maka, tidakkah kita menulis dan menyampaikan berita bukan dengan membohongi keindependensian jurnalis dalam menjalankan tugas peliputan serta pemberitaan.
Rakyat sudah tidak bisa dibohongi lagi, teman-teman media boleh memutarbalikan temuan lapangan kasus-kasus Korupsi dan lainnya, tetapi khusus untuk Sejarah Bangsa Papua Barat, sudah tidak bisa dibohongi terus menerus, sebab kejujuran pena seorang wartawan adalah tajamnya pedang penyayat kalbu para Pemimpin Bangsa Indonesia yang terlampau leluasa melakukan kejahatan kemanusiaan luar biasa dalam cermin KORUPSI.
Akhirnya sejarah itu akan muncul dengan Kebenarannya tanpa seorangpun akan mampu menyalahkan dan mengalahkannya; Hidup Merah Putih….Sukses Bintang Kejora…..sama-sama Bendera Kebangsaan Masing-masing Suku Bangsa yang ada di Negara Nusantara ini.

Sumber ; www.kompasiana.com/dowakumba Dorus Papua Wakum ]

-

Tidak semua koleksi foto atau gambar yang kita miliki dapat diperbesar, walaupun kita memaksakan diri untuk memperbesarnya maka akan terlihat buram ataupun pecah-pecah. Tentu saja ini membuat kita sedikit kecewa karena gambar yang dihasilkan tidak sesuai dengan keinginan.
Ada sedikit solusi untuk mengatasi masalah tsb, anda tinggal memasang program Resize Imager pada komputer anda, dijamin gambar yang dihasilkan akan terlihat lebih baik meskipun  dalam ukuran besar.
Reshade resize image adalah sebuah software yang akan membantu anda untuk memperbesar gambar tanpa pecah dan tanpa menurunkan resolusi gambar tersebut. Software ini juga memungkinkan untuk membantu untuk melihat sebuaah objek yang terlihat kecil di dalam gambar kemudian diperbesar supaya terlihat lebih jelas.
-------------------------------------------------------------------
Cara install :
  1. Download file Reshade resize image dari link di atas
  2. Ekstrak file dan intall
  3. Setelah selesai, program jangan dijalankan dulu
  4. Copy file Patchnya dan paste ke tempat anda menginstal program
  5. Jalankan file patch ( Reshade Image Enlarger v1.51_Patch )
  6. Klik Crack it,lalu masukkan nama anda
  7. Selesai


INFO: Bagi sobat yg suka dgn Artikel saya silahkan share di facebook atau blog,Jika berkenan mohon cantumkan Link  sumber dari artikel yg sobat copy paste.Mari berbagi informasi yg bermanfaat.
Terima kasih


- -
Di daerah Fak-fak tepatnya, pegunungan Bumberi hiduplah seorang perempuan tua bersama seekor anjing betina. Perempuan tua bersama anjing itu mendapatkan makanan dari hutan berupa buah-buahan dan kuskus. Hutan adalah ibu mereka yang menyediakan makanan untuk hidup. Mereka berdua hidup bebas dan bahagia di alam.

Suatu ketika, seperti biasanya mereka berdua ke hutan untuk mencari makan. Perjalanan yang cukup memakan waktu belum juga mendapatkan makanan. Anjing itu merasa lelah karena kehabisan tenaga. Pada keadaan yang demikian tibalah mereka berdua pada suatu tempat yang ditumbuhi pohon pandan yang penuh dengan buah. Perempuan tua itu serta merta memungut buah itu dan menyuguhkannya kepada anjing betina yang sedang kelaparan. Dengan senang hati, anjing betina itu melahap suguhan segar itu. Anjing betina itu merasa segar dan kenyang.

Namun, anjing itu mulai merasakan hal-hal aneh di perutnya. Perut anjing itu mulai membesar. Perempuan tua itu memastikan bahwa, ternyata sahabatnya (anjing betina) itu bunting.Tidak lama kemudian lahirlah seekor anak anjing. Melihat keanehan itu, si perempuan tua itu segera memungut buah pandan untuk dimakannya, lalu mengalami hal yang sama dengan yang dialami oleh sahabatnya. Perempuan tua itu melahirkan seorang anak laki-laki. Keduanya lalu memelihara mereka masing-masing dengan penuh kasih sayang. Anak laki-laki diberi nama: Kweiya.

Setelah Kweiya menjadi besar dan dewasa, dia mulai membuka hutan dan membuat kebun untuk menanam makanan dan sayuran. Alat yang dipakai untuk menebang pohon hanyalah sebuah pahat (bentuk kapak batu). Karenannya, Kweiya hanya dapat menebang satu pohon setiap harinya. Ibunya ikut membantu dengan membakar daun-daun dari pohon yang telah rebah untuk membersihkan tempat itu sehingga asap tebal mengepul ke langit. Setiap kali, hutan lebat itu dihiasi dengan kepulan asap tebal yang membumbung tinggi. Keduanya tidak menyadari bahwa mereka telah menarik perhatian orang dengan mengadakan kepulan asap itu.

Konon ada seorang pria tua yang sedang mengail di tengah laut terpaku melihat suatu tiang asap yang mengepul tinggi ke langit seolah-olah menghubungi hutan belantara dengan langit. Dia tertegun memikirkan bagaimana dan siapakah gerangan pembuat asap misterius itu. Karena perasaan ingin tahu mendorongnya untuk pergi mencari tempat di mana asap itu terjadi. Lalu ia pun segera menyiapkan diri dengan bekal secukupnya dan dengan bersenjatakan sebuah kapak besi, ia pun segera berangkat. Pria itu berangkat bersama seekor kuskus yang dipeliharanya sejak lama. Perjalanannya ternyata cukup memakan waktu. Setelah seminggu berjalan kaki, akhirnya ia mencapai tempat di mana asap itu terjadi.

Setibannya di tempat itu, ternyata yang ditemui adalah seorang pria tampan membanting tulang menebang pohon di bawah terik panas matahari dengan menggunakan sebuah kapak batu berbentuk pahat. Melihat itu, ia menghampiri lalu memberi salam: “weing weinggiha pohi” (artinya selamat siang) sambil memberikan kapak besi kepada Kweiya untuk menebang pohon-pohon di hutan rimba itu. Sejak itu pohon-pohonpun berjatuhan bertubi-tubi. Ibu Kweiya yang beristerahat di pondoknya menjadi heran. Ia menanyakan hal itu kepada Kweiya, dengan alat apa ia menebang pohon itu sehingga dapat rebah dengan begitu cepat.

Kweiya nampaknya ingin merahasiakan tamu baru yang datang itu. Kemudian ia menjawab bahwa kebetulan pada hari itu satu tangannya terlalu ringan untuk dapat menebang begitu banyak pohon dalam waktu yang sangat singkat. Ibunya yang belum sempat melihat pria itu percaya bahwa apa yang diceritakan oleh anaknya Kweiya memang benar. Dan karena Kweiya minta disiapkan makanan, ibunya segera menyiapkan makanan sebanyak mungkin. Setelah makanan siap dipanggilnya Kweiya untuk pulang makan. Kweiya bermaksud mengajak pria tadi untuk ikut makan ke rumah mereka dengan maksud memperkenalkannya kepada ibunya sehingga dapat diterima sebagai teman hidupnya.

Dalam perjalanan menuju rumah Kweiya memotong sejumlah tebu yang lengkap dengan daunnya untuk membungkus pria tua itu. Lalu setibanya di dekat rumah, Kweiya meletakkan, “bungkusan tebu” itu di luar rumah. Sewaktu ada dalam rumah Kweiya berbuat seolah-olah haus dan memohon kepada ibunya untuk mengambilkan sebatang tebu untuk di makannya sebagai penawar dahaga. Ibunya memenuhi permintaan anaknya lalu keluar hendak mengambil sebatang tebu. Tetapi ketika ibunya membuka bungkusaan tebu tadi, terkejutlah ia karena melihat seorang pria yang berada di dalam bungkusan itu. Serta-merta ibunya menjerik ketakutan, tetapi Kweiya berusaha menenangkannya sambil menjelaskan bahwa dialah yang mengakali ibunya dengan cara itu. Harapan agar ibunya mau menerima pria tersebut sebagai teman hidupnya, karena pria itu telah berbuat baik terhadap mereka. Ia telah memberikan sebuah kapak yang sangat berguna dalam hidup mereka nanti. Sang ibu serta merta menerima baik pikiran anaknya itu dan sejak itu mereka bertiga tinggal bersama-sama.

Setelah beberapa waktu lahirlah beberapa anak di tengah-tengah keluarga kecil tadi, dan kedua orang tua itu menganggap Kweiya sebagai anak sulung mereka. Sedang anak-anak yang lahir kemudian dianggap sebagai adik-adik kandung dari Kweiya. Namun dalam perkembangan selanjutnya dari hari ke hari hubungan persaudaraan antara mereka semakin memburuk karena adik-adik tiri dari Kweiya merasa iri terhadap Kweiya.

Pada suatu hari, sewaktu orang tua mereka sedang mencari ikan, kedua adiknya bersepakat mengeroyok Kweiya serta mengiris tubuhnya sehingga luka-luka. Karena merasa kesal atas tindakan kedua adiknya itu, Kweiya menyembunyikan diri di salah satu sudut rumah sambil meminta tali dari kulit pohon “Pogak nggein” (genemo) sebanyak mungkin. Sewaktu kedua orang tua mereka pulang ditanyakan di mana Kweiya tetapi kedua adik tirinya tidak berani menceritakan di mana Kweiya berada. Lalu adik bungsu mereka, yaitu seorang anak perempuan yang sempat menyaksikan peristiwa perkelahian itu menceritakannya kepada kedua orang tua mereka. Mendengar cerita itu si ibu tua merasa ibah terhadap anak kandungnya. Ia berusaha memanggil-manggil Kweiya agar datang. Tetapi yang datang bukannya Kweiya melainkan suara yang berbunyi: “Eek..ek, ek, ek, ek!” sambil menyahut, Kweiya menyisipkan benang pintalannya pada kakinya lalu meloncat-loncak di atas bubungan rumah dan seterusnya berpindah ke atas salah satu dahan pohon di dekat rumah mereka.

Ibunya yang melihat keadaan itu lalu menangis tersedu-sedu sambil bertanya-tanya apakah ada bagian untuknya. Kweiya yang telah berubah diri menjadi burung ajaib itu menyahut bahwa, bagian untuk ibunya ada dan disisipkan pada koba-koba (payung tikar) yang terletak di sudut rumah. Ibu tua itu lalu segera mencari koba-koba kemudian benang pintalan itu disisipkan pada ketiaknya lalu menyusul anaknya Kweiya ke atas dahan sebuah pohon yang tinggi di hutan rumah mereka. Keduanya bertengkar di atas pohon sambil berkicau dengan suara: wong, wong, wong, wong, ko,ko, ko, wo-wik!!

Dan sejak saat itulah burung cenderawasih muncul di permukaan bumi di mana terdapat perbedaan antara burung cenderawsih jantang dan betina. Burung cenderawasih yang buluhnya panjang di sebut siangga sedangkan burung cenderawasih betina disebut: hanggam tombor yang berarti perempuan atau betina. Keduanya dalam bahasa Iha di daerah Onin, Fak-fak.

Adik-adik Kweiya yang menyaksikan peristiwa ajaib itu meresa menyesal lalu saling menuduh siapa yang salah sehingga ditinggalkan ibu dan kakak mereka. Akhirnya mereka saling melempari satu sama lain dengan abu tungku perapian sehingga wajah mereka ada yang menjadi kelabu hitam, ada yang abu-abu dan ada juga yang merah-merah, lalu mereka pun berubah menjadi burung-burung. Mereka terbang meninggalkan rumah mereka menuju ke hutan rimba dengan warnanya masing-masing. Sejak itu hutan dipenuhi oleh aneka burung yang umumnya kurang menarik di bandingkan cenderawasih.

Ayah mereka memanggil Kweiya dan istrinya dan menyuruh mengganti warna buluh, namun mereka tidak mau. Ayah mereka khawatir buluh yang indah itu justru mendatangkan mala petaka bagi mereka. Dia berpikir suatu ketika orang akan memburuh mereka termasuk ketiga anaknya yang lain. Ayah merasa kecewa kerena mereka tidak mengindahkan permintaan mereka untuk berubah buluh. Kini Ayahnya kesepian dan sedih, ia melipat kedua kaki lalu, menjemburkan dirinya ke dalam laut dan menjadi penguasa laut “Katdundur”.
---------------------------------------------
Sumber: Penyesuaian dari Depdiknas--Cerita Rakyat Papua, (1883;23-26)
Diceritakan Kembali Oleh: Ramses Ohee

Burung cenderawasih sangat indah dilihat, namun sangat sulit untuk didapatkan. Bulu burung cenderawasih yang halus memiliki daya tarik tersendiri untuk dimiliki. Bulunya yang berwarna putih dan kuning cerah sangat serasi dengan kombinasi warna coklat di bagian ekor.

Ada seorang ibu Ondofolo (istri dari Ondoafi) bernama Nolokom yang bertempat tinggal di kampung Yonorom di Kwadewareh, Sentani Timur yang sangat tertarik pada keindahan burung cenderawasih. Ia bermaksud menggunakan bulu burung cenderawasih untuk hiasan di kepalanya. Pada suatu hari, saat Ondofolo sedang mencari ikan di danau Sentani bersama-sama kaum ibu, ada seekor burung cenderawasih yang terbang rendah di atas perahu dengan suara yang indah. Kepak sayap cenderawasih yang lembut membuat burung itu melayang di angkasa, terbang rendah dan menukik, kemudian burung itu terbang menjauh ke arah gunung. Ondofolo hanya diam memandangi burung cenderawasih itu hilang dari pandangannya. Ondofolo diam agar tidak ada orang lain yang tahu tentang keinginannya. Terlebih lagi Ondofolo tidak mau ada orang lain yang lebih dulu menangkap burung cenderawasih itu daripada dirinya. Dalam diamnya Ondofolo memuji keindahan mahluk angkasa yang menjadi impiannya. Hari demi hari berlalu, Ondofolo semakin menginginkan burung cenderawasih itu berada di kepalanya. Ondofolo kemudian menyusun sebuah rencana.

Setiap hari kaum ibu di sekitar danau Sentani pergi mencari ikan menggunakan perahu dan jaring, tidak terkecuali Ondofolo. Setiap pagi Ondofolo menjala ikan di danau sampai hari menjelang siang. Hasil tangkapannya kemudian dimasak. Saat makan siang itulah Ondofolo memanggil para jago memanah yang sedang duduk-duduk di para-para adat tak jauh dari rumah Ondoafi- Ondofolo. Para jago panah di desa itu menerima perjamuan yang istimewa dari Ondofolo setiap hari. Hasil tangkapan ikan yang besar-besar selalu diolah menjadi masakan yang bervariasi. Pesuruh Ondofolo selalu diperintahkan mengundang jagoan-jagoan untuk makan siang dengan menu istimewa. Namun Ondofolo samasekali tidak menyampaikan apa maksud dan tujuannya kepada para jago panah itu. Sehingga timbul tanda tanya di hati para pendekar-pendekar panah, ada apa gerangan istri Ondoafi selalu masak papeda dengan ikan-ikan besar serta mengundang mereka. Ikan-ikan yang besar hasil tangkapan ibu-ibu lain juga terkadang diserahkan kepada Ondofolo untuk dimasak.

Apakah Ondoafi dan Ondofolo memiliki maksud tersembunyi atau menginginkan sesuatu dari masyarakatnya?. Pertanyaan para jago panah tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, Ondofolo hanya mengatakan tidak ada maksud apa-apa. Ondofolo menjawab bahwa ia hanya ingin mengundang makan para jago panah yang sedang duduk-duduk di balai adat. Begitu seterusnya. Para jago panah berhari-hari selalu diundang makan papeda dan ikan di rumah Ondoafi-Ondofolo tanpa mengetahui maksud di balik itu. Akhirnya para jago panah memutuskan untuk berkumpul di para-para adat dan sekali lagi menanyakan maksud Ondofolo yang sesungguhnya karena tidak mungkin Ondofolo menyediakan papeda dengan ikan-ikan besar setiap hari jika tidak ada maksud tertentu.

Ondofolo akhirnya menceritakan tentang apa yang selama ini menjadi idamannya. Segala yang ia lakukan selama ini semata-mata karena keinginannya memiliki burung cenderawasih yang berbulu indah. Terbukalah tabir bahwa Ondofolo mengharapkan para jago panah menangkap cebderawasih untuknya. Sejak melihat cenderawasih terbang rendah di atas danau, hatinya tak tenang karena takut burung tersebut telah dipanah oleh salah satu jago panah desa itu. Para jago panah pun sepakat untuk berusaha menangkap dan mempersembahkan seekor burung cenderawasih kepada Ondofolo untuk dijadikan hiasan kepala. Ondofolo sangat senang karena harapannya akan segera terwujud.

Para jago panah mulai melaksanakan tugasnya. Mereka pergi ke hutan dan ke gunung-gunung. Mereka mempelajari kebiasaan burung cenderawasih dari hari ke hari. Burung cenderawasih yang terbang dari ranting ke ranting, dari dahan ke dahan, dan dari pohon ke pohon selalu diawasi. Mereka mengetahui bahwa burung cenderawasih tidak pernah tertidur di dahan atau ranting pohon. Burung ini tidur di dalam pelepah pohon palem hutan yang menggantung. Saat hari berangkat senja, burung cenderawasih merayap naik, kemudian masuk ke sela-sela pelepah tersebut, menyembunyikan diri lalu tidur di situ. Orangtua-tua di kampung sudah memberitahu kebiasaan cenderawasih kepada para jago panah itu.

Saat burung cenderawasih memasuki pelepah pohon palem hutan, para jago panah sudah mengawasi dan bersiap-siap untuk menangkap. Mereka berusaha untuk menangkapnya hidup-hidup karena dengan demikian para jago panah akan mendapat nilai plus sebab mampu menangkap burung cenderawasih dalam keadaan hidup. Sungguh kebanggaan yang luar biasa. Para jago panah menunggu dengan cemas. Setelah burung cenderawasih diperkirakan sudah tertidur pulas, naiklah seorang jago panah perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara. Pelan sekali. Saat mencapai pelepah palem hutan yang berisi cenderawasih maka secepat kilat pelepah itu dikatupkan kemudian diikat erat. Burung cenderawasih kaget namun tidak dapat berbuat apa-apa karena kedua ujung pelepah palem hutan telah diikat erat oleh Sang Jago Panah. Ia pun turun dan langsung menyerahkan burung cenderawasih ke tangan Ondofolo yang telah menunggu dengan cemas di rumahnya.

Sejak saat itu Ondofolo mempersiapkan pesta besar untuk merayakan kebahagiaannya dengan penuh sukacita. Burung cenderawasih diawetkan. Ketika pesta tarian berlangsung Ondofolo memperlihatkan perhiasannya yang selama ini sangat ia impikan. Seluruh masyarakat terkagum-kagum melihat hiasan kepala sang Ondofolo. Sejak saat itu burung cenderawasih menjadi simbol budaya bagi masyarakat Yonorom dan semakin banyak orang yang berburu burung cenderawasih ke kampung ini. Kampung Yonorom di Kwadewareh hingga saat ini memang sangat terkenal dengan tanaman palem hutannya yang besar dan tinggi-tinggi. Hal inilah yang membuat para pemburu cenderawasih berdatangan dari segala penjuru negeri.


Sumber; Sastra Lisan Papua