Select Menu

Slider

clean-5

Total Pageviews

Hukum dan Kriminal

Travel

Performance

Cute

My Place

Slider

Racing

Videos


Ada lebih dari tiga lusin spesies dalam keluarga Paradisaeidae, atau lebih dikenal dengan bird of paradise. Ada sekitar 13 Genus dari burung-burung ini dan yang paling terkenal adalah anggota genus Paradisaea. Di Indonesia kita menyebutnya dengan burung cendrawasih. Bercirikan dengan warna yang mencolok dan cerah, bulu berwarna kuning, biru, merah, dan hijau. Dengan warna-warna yang demikian mereka menjadi burung paling indah dan menarik di dunia, sehingga disebut sebagai burung dari surga. Burung cendrawasih banyak ditemukan di Papua atau Papua Nugini dan pulau-pulau sekitarnya, termasuk juga Australia Timur. Sayangnya keberadaan burung ini semakin berkurang seiring dengan banyaknya perburuan liar yang tidak bertanggung jawab


1.Lesser bird of paradise (Paradisaea minor)
The Lesser bird of paradise dikenal dengan nama Cendrawasih kuning kecil. Burung ini berukuran sedang dengan panjang sekitar 32 cm, berwarna merah-coklat dengan mahkota kuning dan punggung atas kuning kecoklatan.

Lesser bird of paradise
Burung jantan memiliki tenggorokan berwarna zamrud-hijau tua, sepasang ekor panjang dan dihiasi dengan bulu hiasan sayap yang berwarna kuning di daerah pangkal berwarna putih di daerah luarnya.
Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, memiliki kepala berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu hiasan. Daerah penyabaranya meliputi seluruh hutan bagian West Papua, Papua Nugini, dan pulau-pulau di dekat Misool .

2.Raggiana bird of paradise (Paradisaea Raggiana)
The Raggiana bird of paradise dikenal juga dengan nama Count Raggi’s bird of paradise. Burung ini juga yang paling dikenal sebagai burung Cendrawasih. Habitat burung ini terdistribusi secara luas di Pulau Papua selatan dan timur laut.

Raggiana bird of paradise
Memiliki panjang 34 cm panjang, berwarna merah-coklat keabu-abuan, iris kuning dan kaki berwarna cokelat keabu-abuan. Burung jantan memiliki mahkota kuning, tenggorokan zamrud-hijau tua dan kerah kuning di antara tenggorokan.
Warna bulu sayap bervariasi dari merah ke jingga tergantung subspesies. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat dan tidak punya bulu-bulu hiasan.

3.Astrapia Ribbon-tailed (Astrapia mayeri)
Ini adalah salah satu burung cendrawasih yang paling spektakuler. Namanya Astrapia Ribbon-tailed dan memiliki bulu ekor terpanjang dalam kaitannya dengan ukuran tubuh, panjangnya mencapai lebih dari tiga kali panjang tubuhnya.

Ribbon tailed bird of paradise
Panjang burung dewasa mencapai 32 cm dengan ekor burung jantan yang bisa mencapai 1 meter. Burung jantan memiliki warna hitam dan hijau zaitun sedangkan burung betina berwana coklat. Burung jantan memilki ekor panjang berbentuk pita berwarna putih. Daerah penyebarannya ada di bagian Pegunungan tengah Pulau Papua.

4.Blue bird of paradise (Paradisaea rudolphi)
Namanya mengingatkan nama salah satu angkutan Taksi di Indonesia. Burung ini berukuran sekitar 30 cm, berwarna hitam, iris warna coklat gelap, kaki abu-abu. Burung jantan dihiasi dengan bulu sayap dengan dominasi warna ungu biru . Sehingga disebut juga dengan Cendrawasih Biru.

Blue bird of paradise
Blue Bird of Paradise adalah burung endemik Papua Nugini. Daerah penyebarannya meliputi pegunungan tenggara Papua Nugini dan Papua.

5.Riflebird Paradise (Ptiloris paradiseus)
Kalau anda pernah melihat film Planet Earth, maka anda akan melihat burung ini. Burung ini memiliki panjang sekitar 30 cm dengan burung jantan berwarna hitam dengan warna-warni mahkota biru kehijauan, kaki hitam, iris coklat gelap dan mulut kuning. Burung betina jenis ini berwarna coklat zaitun.

Riflebird of paradise
Merupakan endemik di Australia timur, Riflebird juga tersebar di hutan hujan di New South Wales , pusat Queensland dan Papua New Guinea/Papua. Burung jantan dapat mengembangkan sayapnya dan memamerkannya seraya bergerak ke kanan dan ke kiri di hadapan burung betina untuk memikat mereka.


6.Red bird of paradise (Paradisaea rubra)
Kita menamakannya Cendrawasih Merah, panjang sekitar 33cm berwarna kuning dan coklat, serta berparuh kuning. Burung jantan dewasa bisa mencapai 72cm termasuk bulu-bulu hiasannya yang berwarna merah darah dengan ujung berwarna putih pada bagian sisi perutnya.

Red bird of paradise
Bulu muka berwarna hijau zamrud gelap dan diekornya terdapat dua buah tali yang panjang berbentuk pilin ganda berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, dengan muka berwarna coklat tua dan tidak punya bulu-bulu hiasan.
Merupakan endemik dari Indonesia, Cendrawasih Merah hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan Batanta di kabupaten Raja Ampat, Maupun Seluruh Pulau Papua.

7.Lawes’s Parotia (Parotia Lawesii)
Parotia lawesii berukuran sedang sampai dengan 27 cm). Daerah penyebarannya meliputi hutan pegunungan di tenggara Papua dan timur Papua Nugini.

Parotia lawesii
Burung jantan memiliki warna hitam dengan kening putih, warnawarni tengkuk biru ungu dan emas bulu dada hijau. Dihiasi dengan tiga kawat hias kepala dari belakang setiap mata dan memanjang mengapit bulu yang berwarna hitam. Burung betina berwarna coklat dengan kepala burung gelap, iris kuning dan gelap.

8.King of Saxony bird of paradise (Pteridophora alberti)
King of Saxonyi adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar 22cm. Burung jantan dewasa mempunyai bulu berwarna hitam dan kuning tua, dikepalanya terdapat dua helai bulu kawat bersisik biru-langit mengilap seperti panji yang panjangnya mencapai 40cm dan dapat ditegakkan pada waktu memikat betina. Oleh karenanya burung ini dimakan Cendrawasih Panji.

King of saxony bird of paradise
Bulu mantel dan punggung tumbuh memanjang berbentuk tudung berwarna hitam. Iris mata berwarna coklat tua, kaki berwarna abu-abu kecoklatan dan paruh berwarna hitam dengan bagian dalam mulut berwarna hijau laut.
Burung betina berwarna abu-abu kecoklatan dengan garis-garis dan bintik gelap. Betina berukuran lebih kecil dari burung jantan dan tanpa dihiasi mantel atau bulu kawat hiasan. Daerah penyebarannya ada di hutan pegunungan pulau Papua.

9.Wilson’s Bird of Paradise (Cicinnurus respublica)
Wilson’s Bird of Paradise berukuran lumayan kecil sampai dengan 21 cm. Burun jantan adalah berwarna merah dan hitam dengan jubah kuning di leher, mulut hijau muda, kaki biru dan dua bulu ekor berwarna ungu yang melengkung. Semetara itu betina berwarna kecoklatan dengan mahkota biru.

Wilson’s bird of paradise
Merupakan endemik Indonesia, dengan daerah penyebaran di bukit dan hutan hujan dataran rendah Kepulauan Waigeo dan llebih Luasnya Di Pulau Papua.

10.Princess Stephanie’s Astrapia (Astrapia stephaniae)
Stephanie Astrapia berukuran sekitar 37 cm, burung ini berwarna hitam dengan warna-warni kepala biru-hijau dan ungu, disamping itu memiliki bulu ekor panjang hitam keungunan.

Princes’s Stephanie bird of paradise
Burung betinanya berwarna coklat gelap dengan kepala hitam kebiruan. Habitat aslinya ada di pegunungan di pusat dan timur Papua Nugini.

- -
VOT- Sungguh kelihatan tipu muslihat dan kelicikan Soekarno dalam menjalankan strategi pencaplokan Negara-Negara, Daerah-Daerah dan Negeri-Negeri diluar wilayah de-facto Negara RI.Ternyata dengan strategi "Konsepsi Presiden Soekarno" menjadilah Soekarno seorang pemimpin yang penuh dengan semangat untuk mengurung dan mengikat serta memaksakan seluruh Negara-Negara dan Daerah-Daearah bekas Negara Bagian RIS dan Negeri-Negeri diluar RIS seperti Negeri Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat untuk berada dalam kekuasaan NKRI yang dikontrol oleh orang-orang dari Jawa dan tidak memberikan ruang gerak terhadap keinginan, cita-cita dan nasib setiap suku atau bangsa yang berada dalam NKRI.Soekarno tidak mampu memimpin negara dengan bijaksana penuh dengan musyawarah, Soekarno hanya pandai menipu dan membohongi lawan politiknya, Soekarno hanya pandai menggunakan Angkatan Perang-nya untuk menguasai, menduduki dan menjajah Negara-Negara dan Daerah-Daerah serta Negeri lainnya.Akibatnya, generasi yang dikemudian hari yang menerima hasil pahit dari segala kebijaksanaan politik, keamanan, pertahanan dan agresi Soekarno yang telah dijalankan dimuka bumi NKRI yang sejak 5 Juli 1959 telah berobah menjadi Negara RI lagi dengan wajah baru.

- -
Socratez Sofyan Yoman (Foto: tabloidjubi.com)


akar persoalan yang sangat mendasar di wilayah Indonesia timur itu bukan lebih kepada soal kesejahteraan seperti yang didengungkan selama ini oleh elite politik ataupun para pemerhati soal Papua, tetapi lebih kepada masalah pelurusan sejarah Papua ke Indonesia.




Jakarta, Aktual.co —Ketua pengurus badan Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua (PGGBP), Pendeta Socrates Sofyan Yoman, mengatakan penyelesaian sejumlah persoalan di wilayah itu dapat dilakukan melalui dialog.

"Dan dialog damai yang bermartabat antara Indonesia dan Papua tanpa syarat dan dimediasi oleh pihak ketiga, itu solusinya," kata Socrates Sofyan Yoman usai peluncuruan buku "Otonomi Khusus Papua Telah Gagal" di aula STT GKI Padang Bulan, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (2/3).

Menurut dia, akar persoalan yang sangat mendasar di wilayah Indonesia timur itu bukan lebih kepada soal kesejahteraan seperti yang didengungkan selama ini oleh elite politik ataupun para pemerhati soal Papua, tetapi lebih kepada masalah pelurusan sejarah Papua ke Indonesia.

"Akar pesoalanya bukan kesejahteraan tetapi soal sejarah Papua dengan Indonesia, hal inilah yang harus dibahas secara baik lewat dialog," katanya.

Ia mengatakan sejak 1961 telah banyak program yang berlaku di Papua hingga pada masa reformasi pada 1998. Pada tahun 1999 rakyat Papua meminta merdeka, namun yang diberikan oleh pemerintah pusat adalah otonomi khusus.

"Otsus adalah bargaining politik atau alat tawa-menawar Indonesia kepada rakyat Papua yang meminta merdeka. Namun Otsus yang berlaku hingga saat ini telah gagal dan orang Papua juga telah menolak hal itu," katanya.

Pendeta Socrates yang terkenal vokal itu mengatakan Otsus seharusnya bisa memberikan keberpihakan, pemberdayaan dan perlindungan, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.

"Banyak kekerasan yang terjadi selama masa Otsus, dan bisa dibaca dalam buku saya," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Socrates Sofyan Yoman, Sabtu siang waktu setempat meluncurkan buku dengan judul "Otonomi Khusus (Otsus) Papua Telah Gagal" di aula STT GKI Padang Bulan, Kota Jayapura.

Buku setebal 408 halaman dengan latar belakang bewarna merah dan gambar pulau Papua itu isinya terdiri dari lima bab. Yang di antaranya membahas tentang latar belakang Otsus di Papua, Ostus sebagai solusi politik Indonesia, dan pemusnahan etnis Papua. Serta kejahatan negara dan pelanggaran HAM, kasus pelanggaran HAM 19 Oktober 2011 dan kasus penembakan Mako Tabuni 14 Juni 2012.

Buku tersebut diterbitkan oleh Cenderawasih Press dan merupakan buku yang kesekian kalinya ditulis oleh Socrates Sofyan Yoman yang dicetak oleh Galangpress di Jogyakarta.

Socrates lahir di Situbondo pada 15 Desember 1969 dan merupakan tokoh gereja yang vokal soal Papua. Dan merupakan dosen di berbagai Sekolah Tinggi Theologia di Kota dan Kabupaten Jayapura, yang pernah berbicara dengan staf khusus Sekjen PBB pada Oktober 2011.

"Pada 6 Maret ini, saya akan luncurkan buku baru lagi dengan judul "Saya Bukan Bangsa Budak" katanya.  (Ant)
Faizal Rizki

Source: www.aktual.co
- - -

Duta Besar Pemerintah Amerika Serikat untuk Indonesia, pada bulan Juni 1969 kepada anggota Tim PBB, Dr. Fernando Ortiz Sanz, secara rahasia mengakui: “ 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua.” (Sumber Dok: Jack W.Lydman’s Report, Juli 18, 1969, in AA). Sedangkan, Dr. Fernando Ortiz Sanz, perwakilan PBB untuk mengawasi pelaksanaan PEPERA 1969 melaporkan: “Penjelasan orang-orang Indonesia atas pemberontakan Rakyat Papua sangat tidak dipercaya. Sesuai dengan laporan resmi, alasan pokok pemberontakan rakyat Papua yang dilaporkan administrasi lokal sangat memalukan. Karena tanpa ragu-ragu, penduduk Irian Barat dengan pasti memegang teguh berkeinginan merdeka” (Laporan Resmi Hasil PEPERA 1969 Dalam Sidang Umum PBB, alinea 164, 260). Lebih tegas, Fernando Ortiz Sanz, menyatakan: “Mayoritas orang Papua menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran Negara Papua Merdeka.” ( Dokumen resmi PBB, Annex I, A/7723, alinea, 243, hal. 47).

Sementara kesaksian pelaku dan saksi sejarah yang dikirim oleh Pemerintah Indonesia untuk memenangkan PEPERA 1969, Piter Sirandan (alm), pada awal Desember 2009 setelah membaca buku saya: “Permusnahan Etnis Melanesia” (2007) dan “Suara Bagi Kaum Tak Bersuara” (2009) menyatakan penyesalannya kepada saya: “ Pak Yoman, saya tiba di Jayapura, 1 Desember 1964.

Kami orang Indonesia benar-benar menipu orang-orang Papua yang mau berkata benar pada waktu itu. Kami benar-benar menipu orang Papua. Kami benar-benar menindas orang Papua. Kami benar-benar merugikan masa depan orang Papua. Kami benar-benar tidak menghargai hati nurani orang Papua untuk benar-benar mau merdeka. Kami mengetahui bahwa pada waktu pelaksanaan PEPERA 1969 itu, orang-orang Papua benar-benar mau merdeka. Saya mengetahui bahwa 100% orang Papua mau merdeka. Impian dan harapan mereka, benar-benar kami hancurkan. Pada waktu itu, saya mendapat hadiah uang sebesar Rp 7.000.000; dari Pemerintah Indonesia karena saya dianggap berhasil menipu orang Papua dan memenangkan PEPERA 1969. Karena itu, sekarang saya sangat mendukung perjuangan orang Papua untuk merdeka” ( baca: Dumma Socratez Sofyan Yoman: Integrasi Belum Selesai: 2010: hal.91-92, dan Socratez Sofyan Yoman: Gereja dan Politik di Papua Barat: 2011, hal. 21)

Bertolak dari kutipan laporan resmi PBB ini dan pengakuan pelaku sejarah di atas, pertanyaan yang perlu saya ajukan di sini adalah: Pertama, apakah sejak 1963-2012 dalam kurun waktu 49 tahun pendudukan pemerintahan Indonesia di Papua telah menurunkan jumlah keinginan rakyat Papua mau merdeka dari 95% atau jumlah mayoritas itu ke level 10 % atau sebaliknya justru dari 95% telah meningkat tajam melebihi 95% untuk keinginan merdeka dan berdiri sendiri? Kedua, Apakah benar hanya segelintir orang asli Papua yang mendukung Papua merdeka dan mayoritasnya mendukung dan memperkuat pendudukan dan penjajahan pemerintah Indonesia di Tanah Papua?

Kita menjawab pertanyaan ini dengan fakta, bukti atau realitas bukan ilusi dan imajiner.
Contoh-contoh realitas. Pertama, Pada Konferensi Perdamaian Papua pada 5-7 Juli 2011 di Auditorium Uncen Jayapura yang diselenggarakan oleh Jaringan Damai Papua (JDP). Para pembicara adalah Menkopolhukam, Gubernur, Kapolda, Pangdam XVII Cenderawasih, Uskup Dr. Leo Laba Ladjar, OFM., Dr. Tonny Wanggai, Dr. Pdt. Benny Giay dan Saya (Socratez Sofyan Yoman). Pada saat giliran dari perwakilan KODAM XVII untuk menyampaikan materi, pembicara diberikan kesempatan dan mengambil tempat di podium oleh moderator. Sebelum pembicara menyampaikan materi, ada komanda seperti ini: “Saudara-saudara, kalau saya sebut kata “Papua”, saudara-saudara peserta menyahut dengan kata “Damai”. Pembicara dari Kodam ini sebut Papua dan peserta menjawab dengan Merdeka. Pembicara sebut Papua: Peserta menjawab: Merdeka. Dan terakhir ketiga kalinya: Pembicara sebut Papua dan peserta menyambut dengan kata Merdeka.

Kedua, Pada tanggal 17-19 Oktober 2011, Rakyat Papua berkumpul di lapangan sepak bola Zakeus Padang Bulan Abepura dan menyatakan merdeka dan berdiri sendiri sebagai bangsa berdaulat di atas tanah leluhurnya.
Ketiga, Pada tanggal 10 Januari 2012, saya dengan Pendeta Marthen Luther Wanma mengadakan pertemuan dengan rakyat Manokwari di Gereja GKI Effata Manokwari untuk memberikan penjelasan hasil pertemuan kami dengan bapak Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudoyono, di Cikeas, 16 Desember 2011. Sebelum kami memberikan penjelasan, saya mengajukan satu pertanyaan sebagai seorang gembala umat kepada umat atau domba-domba yang hadir. Pertanyaan saya sebagai berikut: “ Saudara-saudara, siapa-siapa yang mau merdeka di atas tanah leluhur orang Melanesia ini?” Seluruh rakyat yang hadir serentak berdiri dan angkat tangan dan mengatakan merdeka….merdeka…..merdeka….”. Yang tidak berdiri hanya 3 orang PNS, salah satunya adalah Bapak Sekda Kabupaten Manokwari.

Keempat, Pada tanggal 20 Januari 2012 pertemuan dengan rakyat di Sorong dengan tujuan yang sama. Pada pertemuan itu yang mewakili Danrem Sorong dan Kapolreta Sorong hadir untuk mengikuiti penjelasan itu. Saya mengajukan pertanyaan yang sama. Saudara-saudara, siapa-siapa yang mau merdeka di atas tanah leluhur orang Melanesia ini? “ Seluruh hadirin yang memenuhi ruangan itu berdiri dan angkat tangan dan mengatakan: merdeka… .merdeka…… merdeka…….. merdeka…..”. Yang tidak berdiri hanya bapak yang mewakili Danrem dan Kapolresta Sorong.

Apakah ini dikatakan segelintir orang? Ini masalah hak politik dan demi masa depan bangsa Papua. Kekuatan rakyat ini, tidak bisa kita bendung. Berapapun jumlahnya. Kita harus memberikan ruang untuk rakyat Papua. Karena sudah lama mereka menderita. Saudara-saudara, ini fakta. Ini bukti.Ini realitas. Ini di depan mata kita. Ini dibicarakan dalam era Otonomi Khusus yang GAGAL itu. Ini dibicarakan di tempat resmi. Ini disampaikan dengan jujur dan sopan kepada pejabat resmi. Tidak bicara ditempat sembunyi-sembunyi. Tidak dibicarakan di hutan-hutan. Ini bukti kejujuran. Ini bukti keterbukaan sebagai bangsa yang bermartabat. Pejabat Indonesia, Pemerintah dan aparat keamanan bukalah hati nuranimu sebagai manusia.

Para pembaca yang terhormat dan yang mulia, ijinkan saya mengutip kembali opini saya di Bintang Papua, Selasa, 14 Februari 2012, hal.5 dan Pasific Post, hal.12 ) dengan topik: PEPERA 1969, OTONOMI KHUSUS 2001, UP4B 2011. “ Para pembaca opini ini, Anda percaya atau tidak. Anda akui atau tidak. Anda suka atau tidak suka. Anda senang atau tidak senang. Saya TAHU, saya SADAR, saya MENGERTI, saya PERCAYA dengan IMAN, bahwa CEPAT atau LAMBAT nubuatan ini akan terwujud, hanyalah persoalan waktu. “Di atas batu ini saya meletakkan peradaban orang Papua, sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi,dan marifat, tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri” (Pdt. Izaac Samuel Kijne, Wasior, Manokwari, 25 Oktober 1925).

Karena itu, solusi terbaik yang berprospek damai dan manusiawi yang saya usulkan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Indonesia ialah: Pertama, Pemerintah Indonesia dengan jiwa besar harus mengakui kekagagalan dan kesalahan terhadap penduduk asli Papua sejak 1 Mei 1963 sampai hari ini dan harus mengakhiri pendudukan dan penjajahan di atas Tanah Papua. Kedua, Pemerintah Indonesia dan Rakyat Papua harus membuat perjanjian-perjanjian kerja sama dalam bidang : ekonomi, keamanan, politik dan bagaimana nasib orang-orang Melayu, Indonesia yang sudah lama berada di Papua dan termasuk penduduk Transmigrasi. Ketiga, saya ingatkan kepada pemerintah dan aparat keamanan, walaupun di Tanah Papua akan dibangun sejumlah infrastruktur milite di darat, dilaut dan di udara dan datangkan para pendatang tanpa terkendali di Tanah Papua untuk menekan orang asli Papua, tetapi saya katakan kepada Anda semua: “ Dunia tidak berada dalam pengawasan dan kontrol Indonesia. Indonesia sekarang sedang dipantau dan dikontrol dengan ketat setiap detik.” Ini awasan sejak dini dari seorang gembala umat, supaya Indonesia harus baik-baik dan perbaiki relasi yang manusiawi dengan penduduk asli Papua, pemilik tanah dan negeri ini. Supaya Indonesia diberkati dan dikasih oleh Tuhan.

Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan yang bertugas di Tanahnya orang Melanesia Papua ini diharapkan supaya mempelajari dan merenungkan nubuatan ini. ”Di Tanah ini, kita bekerja di antara satu bangsa (Papua) yang kita tidak tahu apa maksud TUHAN buat bangsa ini. Di Tanah ini, kita boleh pegang kemudi tetapi kita tidak menentukan arah angin, arus, dan gelombang di laut serta tujuan yang hendak kita capai di Tanah ini. Siapa yang bekerja dengan jujur, setia, dan dengar-dengaran pada Firman Allah di Tanah ini, maka ia akan berjalan dari satu pendapatan heran yang satu ke pendapatan heran yang lain” ( Pdt. Isaac Samuel Kijne, Holandia Binnen, Numbay/Abepura, 26 Oktober 1956).

Sebenarnya, Otonomi Khusus 2001 adalah kesempatan emas dan peluang terakhir bagi Indonesia untuk membangun kembali kepercayaan (trust) dan memulihkan hubungan harmonis dengan rakyat Papua, tapi sayang, OTSUS GAGAL. Pemerintah Indonesia selalu memakai kaca mata lama yaitu kecurigaan yang berlebihan kepada orang-orang asli Papua dengan memelihara stigma separastime selama ini, dan hasilnya bayi Papua merdeka terus bertumbuh dan berkembang di hati rakyat Papua.
Selama kurun waktu sejak 1 Mei 1963-2012 ini, hampir 49 tahun, Pemerintah Indonesia telah gagal meminimalisasi (menurunkan) atau setidaknya menghilangkan tuntutan rakyat Papua untuk merdeka yang mencapai 95% tahun 1969. Kurun waktu 49 tahun adalah waktu yang cukup panjang tapi Pemerintah Indonesia gagal dan hanya berhasil menunjukan wajah dan watak kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang suram terhadap penduduk asli Papua.
Pemerintah Indonesia telah gagal menjaga martabat dan kedaulatan manusia Papua sehingga tidak berhasil menurunkan tuntutan rakyat Papua dari mayoritas ke level minoritas atau segelintir orang. Pemerintah Indonesia hanya sukses mengintegrasikan ekonomi dengan kekuatan politik dan keamanan ke dalam Indonesia tapi manusia Papua disingkirkan dari tanah leluhur mereka dan dibantai seperti hewan dengan stigma anggota OPM dan pelaku makar. Akhirnya, ”…. Bangsa ini akan bangkit dan memimpin dirinya sendiri.” Dan tergenapilah seperti Sudjarwo mengakui: “ banyak orang Papua kemungkinan tidak setuju tinggal dengan Indonesia.” (Sumber: Laporan Resmi Sidang Umum PBB MM ex.1, alinea 126). Shalom. Selamat membaca. Tuhan memberkati.

CATATAN BUAT ALEX MEBRI; KAU BACA BIAR KAU PAHAM
Published By. Hakim Pahabol in AKunter www.Facebook.com/HakimPahabol
- -